Minggu, 16 November 2014

Trip To Lawu

Catatan Perjalanan: Pendakian Gunung Lawu via Cemoro Sewu. Pendakianku ke Gunung Lawu kali ini agak mendadak dan gak direncanakan. Karena kaki sudah gatal setelah 2 bulan lebih gak naek gunung, akhirnya tanggal 30 November 2013, sabtu malam aku mulai nanjak. Jalur yang aku pilih adalah Cemoro Sewu karena lebih pendek dibandingkan dengan Cemoro Kandang, meskipun treknya lebih menanjak.

Dengan berbekal keril 60lt, sleeping bag, tanpa tenda, pendakianku kali ini ditemani oleh cewek manja tapi tangguh si CR. Kami tak membawa tenda karena rencananya kami akan beristirahat di warung Mbok Yem yang fenomenal itu. 

catatan perjalanan pendakian gunung lawu
Samudera Awan di Puncak Lawu
Pendakian dimulai pukul 20.00. Trek awal berupa jalan bebatuan (makadam) yang disusun rapi. Jalannya masih cukup landai dan mudah. Setelah 45 menit berjalan, kami sampai di pos 1. Di pos 1 ini terdapat sebuah warung yang selalu siap melayani pendaki selama 24 jam. Kalaupun pintu warungnya tertutup, para pendaki bisa mengetuk pintunya. Disini kami minum teh dan susu jahe hangat ditambah gorengan.

catatan perjalanan gunung lawu
Pos 1 + warung (foto diambil saat perjalanan turun)
Di warung inipun kami dipersilakan untuk beristirahat, namun karena mengejar waktu sunrise, kami pun melanjutkan perjalanan. Jam menunjukkan pukul 20.45 saat kaki kami beranjak dari warung di pos 1 tersebut.

Perjalanan dari pos 1 ke pos 2 memakan waktu paling lama diantara jarak pos yang lain. Jalurnya sedikit menanjak dengan jenis trek bebatuan yang tak rata. Setelah berjalan lebih dari 2 jam, akhirnya sampai juga di pos 2. Disini sudah banyak berdiri tenda-tenda para pendaki yang sedang bermalam atau sekedar istirahat sebelum melanjutkan perjalanan. Di sebelah kanan jalur terdapat tanah yang cukup lapang yang biasanya digunakan untuk warung saat malam 1 suro.

catatan pendakian gunung lawu
Pos 2 (foto diambil saat perjalanan turun)
Disini kami berdua agak lama beristirahat sambil ngobrol dengan pendaki lain. Pukul 23.30, kami melanjutkan perjalanan dengan ditemani pendaki dari Madiun dan Surabaya. Aku salut banget sama si CR, dibela-belain pulang kerja dari Surabaya ke Cemoro Sewu naik motor, ID cardnya pun masih nyangkut di leher. Tapi sifatnya tetep gak ilang, dikit-dikit mengeluh capek, ya iyalah ndaki gunung gitu loh.

catatan pendakian gunung lawu
Jalur bebatuan (foto saat turun)
Jalur dari pos 2 ke pos 3 ini yang paling membuat kaki tersiksa. Tanjakan-tanjakan terjal gak ada habisnya, ya itu memang gak enaknya kalo lewat Cemoro Sewu. Waktu yang ditempuh lebih pendek dengan konsekuensi trek yang lebih menanjak. Berkali-kali kami berempat istirahat di tengah jalan bahkan sempat tertidur (ngorok) selama 15 menit.

catatan pendakian lawu
Pos 3 (foto saat turun)
Pukul 00.45 kami sampai di pos 3. Bangunan pos 3 ini kondisinya agak memprihatinkan. Sebagian atap sengnya sudah tidak ada lagi. Saat itu, di dalam pos sudah berdiri sebuah tenda yang kelihatannya para penghuninya sedang mendaki ke alam mimpi. Disini kami tidak beristirahat hanya berhenti sebentar.

catatan perjalanan gunung lawu
Pos 4 (foto saat turun)
Perjalanan dilanjutkan lagi menuju pos 4. Jalur yang kami lewati belum juga memberikan kami bonus trek yang melegakan. Memang jalur Cemoro Sewu ini didominasi oleh tanjakan-tanjakan terjal berbatu yang menguras tenaga. Singkat cerita, kami sampai juga di pos 4 pada pukul 01.40. Berbeda dengan pos-pos lainnya, di pos 4 ini tidak terdapat bangunan atau shelter hanya tanah datar yang cukup lapang yang ditandai dengan papan nama.

Dari pos 4 ke pos 5, perjalanan agak lumayan enak. Banyak trek datar dari pos 4 ini, jalurnya pun berupa tanah bukan bebatuan lagi. Jam 02.00, kami sudah sampai di Sendang Drajat. Disini terdapat sumber air yang biasa digunakan oleh pendaki untuk mengisi bekalnya. Di samping sumber air terdapat sebuah petilasan.

sendang drajat catatan pendakian lawu
Sumber air di Sendang Drajat
Setelah mengisi botol-botol minum, kami pun melanjutkan perjalanan. 15 menit berjalan dari Sendang Drajat, kami sampai di pos 5. Di pos 5 ini juga tidak ada pos atau shelter tapi hanya tanah datar yang cukup luas. Di pos 5 ini juga terdapat warung yang cukup luas yang biasa digunakan para pendaki untuk beristirahat selain warung mbok Yem.

Akhirnya pukul 02.30 WIB, kami berempat sampai juga di warung tertinggi di Indonesia, warung mbok Yem. Karena tidak membawa tenda, kami berencana tidur sebentar di dalam warung, tapi ternyata warung sudah full booking (nih warung atau tempat penampungan pengungsi, penuh banget kayak ikan pepes).

Untung saja, temen asal Madiun, mas Didik berbaik hati "menampung" kami berdua ke dalam tendanya yang kebetulan masih longgar, trims ya mas Didik. Kalau tidur di gunung, 2 jam rasanya cuma 20 menit. Jam 04.15 aku bangun dan keluar dari tenda untuk menunggu detik-detik proklamasi matahari terbit. Dan eng...ing...eng...subhanallah, pemandangan waktu itu sungguh benar-benar indah. Lautan awan bagai kembang gula berada di bawah kaki ibu kakiku. Semburat jingga samar-samar mulai nampak dari ufuk timur.

gunung lawu
CR "menggenggam" matahari

lawu
Sunrise
Sambil menunggu matahari muncul, tiada henti aku mengambil gambar lewat kamera sakuku. Si CR sebenarnya pengen naik ke puncak saat itu, tapi aku bilang nanti saja setelah sunrise, karena menurutku pemandangannya lebih bagus disini (depan warung mbok Yem). Bergantian aku dan CR bernarsis ria dengan latar belakang samudera awan dan sinar jingga mentari pagi. Sumpeh bro, indah banget.

lawu via cemoro sewu
Tugu Hargo Dumilah 3265 mdpl
Setelah puas menikmati pemandangan di depan warung mbok Yem, kami menuju ke puncak Hargo Dumilah yang letaknya tak jauh dari sini. Setelah 30 menit melewati jalan menanjak, tugu triangulasi pun terlihat. Ya kami sudah berada di Puncak Lawu yang mempunyai ketinggian 3.265 mdpl.

lawu
Lautan Awan
pendakian gunung lawu
Merah Putih
Ternyata meskipun matahari sudah mulai meninggi, namun pemandangannya masih saja mengagumkan. Samudera awan yang menggumpal terpampang jelas di depan mata. Tetep saja, dimana ada pemandangan bagus, disitu aku jadi fotografer dadakan buat CR. Memang pendakian kali ini, aku beruntung banget karena tidak hujan padahal sudah musim penghujan ditambah lagi pemandangannya yang top markotop.

Namun di balik keindahan Gunung Lawu, ada hal yang sangat memprihatinkan dan patut mendapat perhatian lebih dari semua pihak yaitu masalah sampah. Di sepanjang jalur pendakian dan pos-pos, sampah-sampah berserakan, kalau sedikit, mungkin aku bisa memungutnya, nah ini banyak banget, katanya sih sisa-sisa dari malem 1 suro kemaren. Setidaknya sampahku aku bawa turun lagi.

pendakian gunung lawu
Petilasan Prabu Brawijaya
Puas berfoto-foto, kami turun kembali menuju Hargo Dalem yang disana terdapat sebuah petilasan Prabu Brawijaya (kalo gak salah sih). Di petilasan ini terlihat beberapa dupa yang menyala dan sesajen berupa buah-buahan.

catatan perjalanan gunung lawu
Rumah Botol
Tak jauh dari petilasan terdapat "rumah botol". Dinamakan rumah botol karena bangunan yang bentuknya gak mirip rumah ini disusun dari ribuan botol bekas yang dibuang oleh para pendaki yang tidak bertanggung jawab. Setelah puas menjelajahi puncak Lawu, kami pun turun. Perjalanan turun dari warung mbok Yem ke pos Cemoro Sewu membutuhkan waktu sekitar 4 jam.

cemoro sewu lawu
Bersama pendaki lain (mas Didik paling kanan)
Memang, pendakian di Gunung Lawu ini cukup menyenangkan. Kita tidak perlu membawa logistik yang banyak karena sudah tersedia warung hingga puncak. Kita gak perlu bawa tenda, karena bisa bermalam di dalam warung maupun di pondokan milik penduduk di Hargo Dalem. Salam lestari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar