Minggu, 16 November 2014

Gunung Pangrango "Perjuangan Menggapai Lembah Kasih Mandalawangi"


Gunung Pangrango merupakan gunung tertinggi kedua di Jawa Barat dengan ketinggian 3019 mdpl dan masuk di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. TNGGP adalah kawasan lindung yang mempunyai peranan penting dalam sejarah konservasi di Indonesia yang juga merupakan zona inti Cagar Biosfer Cibodas . Ditetapkan sebagai taman nasional pada tahun 1980, kawasan ini mempunyai kontribusi signifikan terhadap pengurangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian, integrasi pengelolaan kawasan lindung di cagar biosfer sangat penting bagi pembangunan berkelanjutan daerah sekitarnya. Dengan luas 22.851,03 hektar, kawasan Taman Nasional ini ditutupi oleh hutan hujan tropis pegunungan, hanya berjarak 2 jam (100 km) dari Jakarta. Keadaan alamnya yang khas dan unik, menjadikan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango sebagai salah satu laboratorium alam yang menarik minat para peneliti sejak lama.

-- Perijinan--

Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu gunung di jawa yang cukup ketat dalam pemberian ijin pendakian. Ada 3 jalur resimi untuk mencapai Puncak Gunung Gede maupun Pangrango yaitu Cibodas, Gunung Putri, dan Selabintana. Namun jika kita ingin melakukan pendakian ke Gunung Pangrango alangkah baiknya kita mengambil jalur Cibodas, karena jarak tempuh ke puncak yang pendek di bandingkan dengan 2 jalur lainnya, dan puncak dapat ditempuh dalam waktu sekitar 8 -9 jam. Gunung Gede Pangrango bisa dikatakan sebagai salah satu gunung dengan perijinan paling rumit di tanah jawa, karena kita harus daftar secara online dan melakukan validasi untuk mendapatkan simaksi secara on the spot.  Tata cara pendaftaran dan untuk lebih lengkapnya bisa langsung mengunjungi websitenya. Disini.


--Jalur Pendakian--

Dalam perjalanan kali ini kami melalui jalur Cibodas karena jalur paling mudah untuk menggapai puncak pangrango adalah melewati jalur ini. Dari kantor Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, pendaki akan mengikuti jalan setapak sampe pos pemeriksaan pertama. Disini kita wajib untuk melapor kembali dengan menyerahkan Simaksi yang telah kita urus sebelumnya. Semua barang bawaan akan di cek dan tentunya juga dengan personil yang mengikuti pendakian harus sesuai dengan yang tertulis di Simaksi.

Setelah melewati pos pemeriksaan, para pendaki akan melewati jalan setapak batu yang tersusun rapi dengan kiri kanan diselimuti hutan lebat. Jalur akan tampak rindang dan dingin karena Pohon pohon tinggi yang membentuk kanopi alami yang menghalangi sinar matahari masuk. Trek bisa dikatakan landai dan cukup menyenangkan. Sekitar 1 jam berjalan kita akan melewati sebuah jembatan yang membentang di atas rawa yang biasa disebut dengan rawa gayonggong. Pemandangan cukup menarik menggoda untuk diabadikan dalam sebuah jepretan kamera. Diatas rawa ini kita dapat memandang kegagahan Gunung Pangrango yang menjulang dari kejauhan. Berdesir adrenalin ketika memandang puncaknya, dan membayangkan tantangan apa yang akan kami hadapi sebelum dapat menggapainya.

Rawa Gayonggong
Setelah melewati rawa gayonggong tak lama kita akan sampai di pos telaga biru. Sebuah telaga kecil yang berwarna kebiru biruan dipinggir jalur pendakian. Terdapat banyak ikan di dalamnya dan masih terjaga keasriannya. Dinamakan telaga biru dikarenakan banyak ganggang air tawar biru yang hidup di dalamnya dan seakan seakan akan membuat airnya menjadi biru.

Rawa Biru
Berjalan lagi sekitar 60 menit, kita akan sampai pertigaan Pos Panyancangan. Dimana jalur yang mengarah kekanan adalah menuju air terjun cibeureum dan lurus adalah jalur pendakian gede pangrango. Kami sempatkan sebentar untuk menikkmati keindahan air terjun cibeureum sembari melepas lelah. Keadaan cukup ramai dengan pengunjung non pendaki yang bercengkerama dengan dingin air dan udara di tempat ini. Dirasa cukup beristirahat dan mengambil beberapa jepretan mengabadikan deras arus Curug Cibereum kami pun melanjutkan perjalanan kembali.

Air Terjun Cibeureum

Beranjak dari pertigaan air terjun, jalur akan masuk ke dalam hutan yang cukup lebat mengapit dan jalur akan terus menanjak. Jalur masih tetap berbatu batu tertata dengan baik dan berkelak kelok. Setelah beberapa lama kita berjalan, jalur akan sedikit menurun yang menandakan kita sampai di Air panas. Pos air panas adalah sebuah jalur yang mengharuskan kita melewati air terjun berair panas. Dalam kawasan ini kita harus cukup berhati hati dikarenakan jalur yang licin, panas, dan tepat di sisi kanan adalah jurang cukup dalam tempat air panas terjun kembali ke jurang. Jalur berupa batuan licin yang mewajibkan kita berhati hati untuk melangkah. Sekali terpeleset di batu maka cipratan air panas akan langsung terasa di kulit. Kawasan ini juga cocok untuk mandi sauna..hehe.

Air Panas
Selepas dari Air terjun air panans tak lama berjalan setelah melewati kandang batu kita akan kembali bertemu dengan air terjun yang cukup indah, sebuah air terjun yang entah apa namanya. Karena disini tidak ada keterangan yang cukup jelas, namun keberadaannya yang persis disamping jalur pendakian memudahkan kami untuk mengunjunginya. Tanpa pikir panjang saya pun segera turun dan mengambil beberapa jepretan yang sayang untuk dilewatkan.

Air Terjun XxX

Mendaki gunung Gede Pangrango melalui jalur Cibodas kita akan serasa dimanjakan oleh keindahan alam yang ada, mulai dari deras air sungai, kemegahan air terjun dan belantara hutan. Inilah daya tarik tersendiri jika kita melintas dari jalur cibodas ini, alam akan menyajikan keindahannya yang seakan tiada henti untuk memanjakan mata kita.

Beranjak kembali ke jalur, setelah 60 – 90 menit kembali berjalan kita akan sampai di kandang badak. Pos terakhir sebelum percabangan jalur yang akan mengantarkan kita ke puncak gunung gede atau gunung pangrango. Di pos kandang badak ini kami sempatkan beristirahat, sholat dan makan. Ada salah satu juga yang menarik di Jalur Cibodas ini karena sepanjang pos yang ada aka nada banyak Pasukan Nasi Uduk, yaaaa… mereka adalah para penduduk sekitar yang mencari nafkah dengan berjualan nasi uduk, kopi dan camilan di setiap pos. Jika kita malas untuk memasak bisa juga untuk membeli makanan di mereka mereka ini namun dengan harga yang sedikit mahal tentunya.

Pos Kandang Badak
Setelah perut terisi penuh dan tenaga telah pulih inilah saatnya kita melanjutkan perjalanan kembali. Untuk menuju puncak pangrango kita bisa mengikuti petunjuk arah yang ada dengan berbelok arah ke arah kanan di pertigaan. Bagi beberapa kalangan pendaki Pos kandang badak ini merupakan pos terakhir sebelum kembali melanjutkan perjalanan mencapai puncak pangrango, mereka biasa membuka tenda menaruh semua barang dan bermalam disini. Banyak yang beranggapan kalau kita jalur pangrango ini adalah jalur yang berat terlebih lagi jika kita membawa tas besar dengan muatan yang berlebih, karena diperjalanan akan dijumpai banyak pohon pohon tumbang. Tetapi bagi para pendaki yang ingin lebih lama menikmati puncak Pangrango dengan lembah mandalawanginya mereka rela bertempur dengan medan yang berat dengan membawa semua perlengkapan mereka ke atas, hal ini juga yang akan kami lakukan dalam perjalanan kali ini. Kami akan membuka tenda di Lembah Mandalawangi dengan asumsi kita bisa lebih lama menikmati keindahan pangrango.

Persimpangan Antara Gede dan Pangrango
Oke tanpa membuang waktu lagi kita mulai mengambil arah kanan dan menyusuri setapak kecil yang ada. Pada awalnya jalur masih landai tetapi dengan mulai banyak batang batang pohon yang bertumbangan. Hal ini memaksa kami untuk sedikit membungkuk ataupun melompati pohon pohon ini. Jalur menuju puncak ini terasa lebih alami dibandingkan jalur yang kita lalui hingga sampai di kandang badak tadi, karena jalur ke puncak ini sempit menanjak dengan pohon pohon tumbang seakan jalur ini dibiarkan alami oleh pihak TNGGP. Tapi hal ini yang semakin memacu adrenalin kami dan sungguh menyenangkan.

Pohon Pohon Tumbang
Satu persatu pohon tumbang kami lalui dan tak terasa tenaga pun mulai terkuras. Akhirnya jalan kami semakin melambat ditambah dengan jalan yang semakin menanjak tanpa ampun. Jalur mempunya derajat kemiringan antara 45 – 60. Hal ini memaksa kita lebih sering untuk beristirahat. Semakin banyak saja tantangan di jalur ini, pohon tumbang, tanah yang licin dan bahkan di beberapa titik kita harus sedikit melakukan scrambling atau pemanjatan dengan bantuan tangan. Dan akhirnya 10 langkah berjalan 10 menit beristirahat, serta tak terasa hari semakin sore dan sang matahari pun tampak sudah engggan untuk menemani kelelahan kami semua.

Halang Rintang
Ditengah senja kemerahan diantara kelelahan kami tampak dihadapan kemegahan Gunung Gede, kawah aktifnya tampak mengeluarkan asap sulfatara serta sekilas tampak jepretan kamera para pendaki di seberang jauh disana. Sungguh sore yang sangat indah dan tanpa sadar kalimat syukur pun terucap. Sungguh indah negeri ini. Disaat sinar matahari benar benar telah hilang dan dingin malam mulai menyapa kami akhirnya mulai beranjak kembali. Headlamp dan senter pun kami siapkan masing masing dan berharap sinar ini dapat menuntun kami menapaki setapak kecil dengan benar. Jalan setelah tempat kami beristirahat semakin menyempit namun dengan tanjakan yang masih tetap sama. Aku dimalam yang pekat ini menjadi leader di depan sebagai penunjuk arah. Perlu diketahui jalur menuju puncak Pangrango ini mempunyai banyak percabangan, dan jalan yang benar hanya terdapat pita pita kecil yang dipasang pendaki lainnya. Oleh karena itu perlu kehati kehatian dalam memilih jalur yang benar. 


Negeri Sejuta Senja
Setelah 60 menit berjalan belum ada tanda tanda puncak di depan, pohon pohon masih tinggi menjulang itu tandanya dataran puncak masih cukup jauh. Tim bergerak semakin lambat di pekat malam itu bahkan mbak Dian salah seorang wanita di tim kami pun menangis ditengah jalur, mungkin saja dia kelelahan. Tapi kami para lelaki tetap terus menyemangati mereka agar tetap bergerak. Lanjut kembali, jalur menjadi sebuah parit kecil, datar dan tak lagi menanjak aku pun melihat samar samar dalam malam pohon cantigi disekitar kami. 10 menit bergerak kembali cahaya senterku tiba tiba menyinari sebuah tugu tinggi dan disamping terdapat plang bertuliskan Pangrango. Ahhh...akhirnya perjalanan panjang kami telah usai. Semua tim mengucapkan syukur. 


Puncak Pangrango

Tapi bukan puncak ini sebenarnya tujuan akhir kami, Lembah mandalawangi tepatnya dimana kita bisa membuka tenda dan beristirahat. Kami mengambil jalur persis disebelah tugu puncak yang mengarah kebawah, kira kira 15 menit berjalan kami menemui pohon pohon edelweiss dan itu tandanya kita telah sampai di Lembah Mandalawangi. kamipun segera mencari tempat datar dan membuka tenda. Lembah yang seakan tersembunyi diantara puncak Pangrango. Namun pekat malam menyembunyikan keindahan yang sebenarnya. Malam itu mandalawangi tampak cerah dan tak berkabut sama sekali. Bintang bintang tampak gemerlap dibalik malam yang pekat. Tak ingin kehilangan momen saya pun segera mengeluarkan kamera dan mengabadikan beberapa momen malam yang indah itu sebelum masuk ke peraduan mimpi. 



Mandalawangi Berselimut Bintang
Edelweiss Dalam Malam


Pagi hari itu kami dikejutkan oleh suara alarm dari hp, kamipun segera bergegas keluar tenda. Karena kami sadar pagi di alam bebas itu tak boleh untuk ditinggalkan. Pagi itu mandalawangi tampak diselimuti kabut tipis dingin. Sungguh suasana yang tak bisa saya jelaskan kata kata, yang pasti dalam hati akan terasa damai, tenang, dan nyaman. Dan pagi ini aku pun mengerti kenapa dulu Soe Hok Gie sangat senang mengunjungi mandalawangi dimasa mudanya, bagi orang awam pasti membayangkan betapa beratnya menggapai Mandalawangi ini tetapi pagi ini aku bisa merasakan juga kedamaian dan sepi dari Mandalawangi ini. 


Kabut Tipis Di Mandalawangi
Gunung Salak Di Kejauhan

Senja ini, ketika matahari turun kedalam jurang-jurangmu
Aku datang kembali
Kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu

Walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
Aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
Dan aku terima kau dalam keberadaanmu
Seperti kau terima daku

Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta

Malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua

“Hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya, tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar
terimalah dan hadapilah"

Dan antara ransel-ransel kosong dan api unggun yang membara
Aku terima ini semua
Melampaui batas-batas hutanmu, melampaui batas-batas jurangmu

Aku cinta padamu Pangrango
Karena aku cinta pada keberanian hidup 
Mandalawangi

Bebas Poliooo

Tak lengkap rasanya berjalan berjalan atau mendaki gunung tanpa mengabadikan momen momen di dalam sebuah rekaman video. Foto memang sudah cukup banyak sudah mewakili rekaman perjalanan kami tapi tampaknya itu kurang bagi saya yang akhir akhir ini keranjingan membuat sebuah video perjalanan pendek. Maka dari itu pada saat melakukan pendakian Pangrango ini saya siapkan semua perlengkapan dengan baik mulai dari kamera, baterai, dan memory card. Namun hasil penggabungan potongan video yang saya buat mungkin masih tampak seperti video amatiran, tetapi tak apalah yang penting dapat merekam memory indah menggapai Gunung Pangrango ini. Salam bebas polio, woyoooooooo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar