Minggu, 16 November 2014

Gunung Pangrango "Perjuangan Menggapai Lembah Kasih Mandalawangi"


Gunung Pangrango merupakan gunung tertinggi kedua di Jawa Barat dengan ketinggian 3019 mdpl dan masuk di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. TNGGP adalah kawasan lindung yang mempunyai peranan penting dalam sejarah konservasi di Indonesia yang juga merupakan zona inti Cagar Biosfer Cibodas . Ditetapkan sebagai taman nasional pada tahun 1980, kawasan ini mempunyai kontribusi signifikan terhadap pengurangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan. Dengan demikian, integrasi pengelolaan kawasan lindung di cagar biosfer sangat penting bagi pembangunan berkelanjutan daerah sekitarnya. Dengan luas 22.851,03 hektar, kawasan Taman Nasional ini ditutupi oleh hutan hujan tropis pegunungan, hanya berjarak 2 jam (100 km) dari Jakarta. Keadaan alamnya yang khas dan unik, menjadikan Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango sebagai salah satu laboratorium alam yang menarik minat para peneliti sejak lama.

-- Perijinan--

Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu gunung di jawa yang cukup ketat dalam pemberian ijin pendakian. Ada 3 jalur resimi untuk mencapai Puncak Gunung Gede maupun Pangrango yaitu Cibodas, Gunung Putri, dan Selabintana. Namun jika kita ingin melakukan pendakian ke Gunung Pangrango alangkah baiknya kita mengambil jalur Cibodas, karena jarak tempuh ke puncak yang pendek di bandingkan dengan 2 jalur lainnya, dan puncak dapat ditempuh dalam waktu sekitar 8 -9 jam. Gunung Gede Pangrango bisa dikatakan sebagai salah satu gunung dengan perijinan paling rumit di tanah jawa, karena kita harus daftar secara online dan melakukan validasi untuk mendapatkan simaksi secara on the spot.  Tata cara pendaftaran dan untuk lebih lengkapnya bisa langsung mengunjungi websitenya. Disini.


--Jalur Pendakian--

Dalam perjalanan kali ini kami melalui jalur Cibodas karena jalur paling mudah untuk menggapai puncak pangrango adalah melewati jalur ini. Dari kantor Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, pendaki akan mengikuti jalan setapak sampe pos pemeriksaan pertama. Disini kita wajib untuk melapor kembali dengan menyerahkan Simaksi yang telah kita urus sebelumnya. Semua barang bawaan akan di cek dan tentunya juga dengan personil yang mengikuti pendakian harus sesuai dengan yang tertulis di Simaksi.

Setelah melewati pos pemeriksaan, para pendaki akan melewati jalan setapak batu yang tersusun rapi dengan kiri kanan diselimuti hutan lebat. Jalur akan tampak rindang dan dingin karena Pohon pohon tinggi yang membentuk kanopi alami yang menghalangi sinar matahari masuk. Trek bisa dikatakan landai dan cukup menyenangkan. Sekitar 1 jam berjalan kita akan melewati sebuah jembatan yang membentang di atas rawa yang biasa disebut dengan rawa gayonggong. Pemandangan cukup menarik menggoda untuk diabadikan dalam sebuah jepretan kamera. Diatas rawa ini kita dapat memandang kegagahan Gunung Pangrango yang menjulang dari kejauhan. Berdesir adrenalin ketika memandang puncaknya, dan membayangkan tantangan apa yang akan kami hadapi sebelum dapat menggapainya.

Rawa Gayonggong
Setelah melewati rawa gayonggong tak lama kita akan sampai di pos telaga biru. Sebuah telaga kecil yang berwarna kebiru biruan dipinggir jalur pendakian. Terdapat banyak ikan di dalamnya dan masih terjaga keasriannya. Dinamakan telaga biru dikarenakan banyak ganggang air tawar biru yang hidup di dalamnya dan seakan seakan akan membuat airnya menjadi biru.

Rawa Biru
Berjalan lagi sekitar 60 menit, kita akan sampai pertigaan Pos Panyancangan. Dimana jalur yang mengarah kekanan adalah menuju air terjun cibeureum dan lurus adalah jalur pendakian gede pangrango. Kami sempatkan sebentar untuk menikkmati keindahan air terjun cibeureum sembari melepas lelah. Keadaan cukup ramai dengan pengunjung non pendaki yang bercengkerama dengan dingin air dan udara di tempat ini. Dirasa cukup beristirahat dan mengambil beberapa jepretan mengabadikan deras arus Curug Cibereum kami pun melanjutkan perjalanan kembali.

Air Terjun Cibeureum

Beranjak dari pertigaan air terjun, jalur akan masuk ke dalam hutan yang cukup lebat mengapit dan jalur akan terus menanjak. Jalur masih tetap berbatu batu tertata dengan baik dan berkelak kelok. Setelah beberapa lama kita berjalan, jalur akan sedikit menurun yang menandakan kita sampai di Air panas. Pos air panas adalah sebuah jalur yang mengharuskan kita melewati air terjun berair panas. Dalam kawasan ini kita harus cukup berhati hati dikarenakan jalur yang licin, panas, dan tepat di sisi kanan adalah jurang cukup dalam tempat air panas terjun kembali ke jurang. Jalur berupa batuan licin yang mewajibkan kita berhati hati untuk melangkah. Sekali terpeleset di batu maka cipratan air panas akan langsung terasa di kulit. Kawasan ini juga cocok untuk mandi sauna..hehe.

Air Panas
Selepas dari Air terjun air panans tak lama berjalan setelah melewati kandang batu kita akan kembali bertemu dengan air terjun yang cukup indah, sebuah air terjun yang entah apa namanya. Karena disini tidak ada keterangan yang cukup jelas, namun keberadaannya yang persis disamping jalur pendakian memudahkan kami untuk mengunjunginya. Tanpa pikir panjang saya pun segera turun dan mengambil beberapa jepretan yang sayang untuk dilewatkan.

Air Terjun XxX

Mendaki gunung Gede Pangrango melalui jalur Cibodas kita akan serasa dimanjakan oleh keindahan alam yang ada, mulai dari deras air sungai, kemegahan air terjun dan belantara hutan. Inilah daya tarik tersendiri jika kita melintas dari jalur cibodas ini, alam akan menyajikan keindahannya yang seakan tiada henti untuk memanjakan mata kita.

Beranjak kembali ke jalur, setelah 60 – 90 menit kembali berjalan kita akan sampai di kandang badak. Pos terakhir sebelum percabangan jalur yang akan mengantarkan kita ke puncak gunung gede atau gunung pangrango. Di pos kandang badak ini kami sempatkan beristirahat, sholat dan makan. Ada salah satu juga yang menarik di Jalur Cibodas ini karena sepanjang pos yang ada aka nada banyak Pasukan Nasi Uduk, yaaaa… mereka adalah para penduduk sekitar yang mencari nafkah dengan berjualan nasi uduk, kopi dan camilan di setiap pos. Jika kita malas untuk memasak bisa juga untuk membeli makanan di mereka mereka ini namun dengan harga yang sedikit mahal tentunya.

Pos Kandang Badak
Setelah perut terisi penuh dan tenaga telah pulih inilah saatnya kita melanjutkan perjalanan kembali. Untuk menuju puncak pangrango kita bisa mengikuti petunjuk arah yang ada dengan berbelok arah ke arah kanan di pertigaan. Bagi beberapa kalangan pendaki Pos kandang badak ini merupakan pos terakhir sebelum kembali melanjutkan perjalanan mencapai puncak pangrango, mereka biasa membuka tenda menaruh semua barang dan bermalam disini. Banyak yang beranggapan kalau kita jalur pangrango ini adalah jalur yang berat terlebih lagi jika kita membawa tas besar dengan muatan yang berlebih, karena diperjalanan akan dijumpai banyak pohon pohon tumbang. Tetapi bagi para pendaki yang ingin lebih lama menikmati puncak Pangrango dengan lembah mandalawanginya mereka rela bertempur dengan medan yang berat dengan membawa semua perlengkapan mereka ke atas, hal ini juga yang akan kami lakukan dalam perjalanan kali ini. Kami akan membuka tenda di Lembah Mandalawangi dengan asumsi kita bisa lebih lama menikmati keindahan pangrango.

Persimpangan Antara Gede dan Pangrango
Oke tanpa membuang waktu lagi kita mulai mengambil arah kanan dan menyusuri setapak kecil yang ada. Pada awalnya jalur masih landai tetapi dengan mulai banyak batang batang pohon yang bertumbangan. Hal ini memaksa kami untuk sedikit membungkuk ataupun melompati pohon pohon ini. Jalur menuju puncak ini terasa lebih alami dibandingkan jalur yang kita lalui hingga sampai di kandang badak tadi, karena jalur ke puncak ini sempit menanjak dengan pohon pohon tumbang seakan jalur ini dibiarkan alami oleh pihak TNGGP. Tapi hal ini yang semakin memacu adrenalin kami dan sungguh menyenangkan.

Pohon Pohon Tumbang
Satu persatu pohon tumbang kami lalui dan tak terasa tenaga pun mulai terkuras. Akhirnya jalan kami semakin melambat ditambah dengan jalan yang semakin menanjak tanpa ampun. Jalur mempunya derajat kemiringan antara 45 – 60. Hal ini memaksa kita lebih sering untuk beristirahat. Semakin banyak saja tantangan di jalur ini, pohon tumbang, tanah yang licin dan bahkan di beberapa titik kita harus sedikit melakukan scrambling atau pemanjatan dengan bantuan tangan. Dan akhirnya 10 langkah berjalan 10 menit beristirahat, serta tak terasa hari semakin sore dan sang matahari pun tampak sudah engggan untuk menemani kelelahan kami semua.

Halang Rintang
Ditengah senja kemerahan diantara kelelahan kami tampak dihadapan kemegahan Gunung Gede, kawah aktifnya tampak mengeluarkan asap sulfatara serta sekilas tampak jepretan kamera para pendaki di seberang jauh disana. Sungguh sore yang sangat indah dan tanpa sadar kalimat syukur pun terucap. Sungguh indah negeri ini. Disaat sinar matahari benar benar telah hilang dan dingin malam mulai menyapa kami akhirnya mulai beranjak kembali. Headlamp dan senter pun kami siapkan masing masing dan berharap sinar ini dapat menuntun kami menapaki setapak kecil dengan benar. Jalan setelah tempat kami beristirahat semakin menyempit namun dengan tanjakan yang masih tetap sama. Aku dimalam yang pekat ini menjadi leader di depan sebagai penunjuk arah. Perlu diketahui jalur menuju puncak Pangrango ini mempunyai banyak percabangan, dan jalan yang benar hanya terdapat pita pita kecil yang dipasang pendaki lainnya. Oleh karena itu perlu kehati kehatian dalam memilih jalur yang benar. 


Negeri Sejuta Senja
Setelah 60 menit berjalan belum ada tanda tanda puncak di depan, pohon pohon masih tinggi menjulang itu tandanya dataran puncak masih cukup jauh. Tim bergerak semakin lambat di pekat malam itu bahkan mbak Dian salah seorang wanita di tim kami pun menangis ditengah jalur, mungkin saja dia kelelahan. Tapi kami para lelaki tetap terus menyemangati mereka agar tetap bergerak. Lanjut kembali, jalur menjadi sebuah parit kecil, datar dan tak lagi menanjak aku pun melihat samar samar dalam malam pohon cantigi disekitar kami. 10 menit bergerak kembali cahaya senterku tiba tiba menyinari sebuah tugu tinggi dan disamping terdapat plang bertuliskan Pangrango. Ahhh...akhirnya perjalanan panjang kami telah usai. Semua tim mengucapkan syukur. 


Puncak Pangrango

Tapi bukan puncak ini sebenarnya tujuan akhir kami, Lembah mandalawangi tepatnya dimana kita bisa membuka tenda dan beristirahat. Kami mengambil jalur persis disebelah tugu puncak yang mengarah kebawah, kira kira 15 menit berjalan kami menemui pohon pohon edelweiss dan itu tandanya kita telah sampai di Lembah Mandalawangi. kamipun segera mencari tempat datar dan membuka tenda. Lembah yang seakan tersembunyi diantara puncak Pangrango. Namun pekat malam menyembunyikan keindahan yang sebenarnya. Malam itu mandalawangi tampak cerah dan tak berkabut sama sekali. Bintang bintang tampak gemerlap dibalik malam yang pekat. Tak ingin kehilangan momen saya pun segera mengeluarkan kamera dan mengabadikan beberapa momen malam yang indah itu sebelum masuk ke peraduan mimpi. 



Mandalawangi Berselimut Bintang
Edelweiss Dalam Malam


Pagi hari itu kami dikejutkan oleh suara alarm dari hp, kamipun segera bergegas keluar tenda. Karena kami sadar pagi di alam bebas itu tak boleh untuk ditinggalkan. Pagi itu mandalawangi tampak diselimuti kabut tipis dingin. Sungguh suasana yang tak bisa saya jelaskan kata kata, yang pasti dalam hati akan terasa damai, tenang, dan nyaman. Dan pagi ini aku pun mengerti kenapa dulu Soe Hok Gie sangat senang mengunjungi mandalawangi dimasa mudanya, bagi orang awam pasti membayangkan betapa beratnya menggapai Mandalawangi ini tetapi pagi ini aku bisa merasakan juga kedamaian dan sepi dari Mandalawangi ini. 


Kabut Tipis Di Mandalawangi
Gunung Salak Di Kejauhan

Senja ini, ketika matahari turun kedalam jurang-jurangmu
Aku datang kembali
Kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu

Walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna
Aku bicara padamu tentang cinta dan keindahan
Dan aku terima kau dalam keberadaanmu
Seperti kau terima daku

Aku cinta padamu, Pangrango yang dingin dan sepi
Sungaimu adalah nyanyian keabadian tentang tiada
Hutanmu adalah misteri segala
Cintamu dan cintaku adalah kebisuan semesta

Malam itu ketika dingin dan kebisuan menyelimuti Mandalawangi Kau datang kembali
Dan bicara padaku tentang kehampaan semua

“Hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya, tanpa kita mengerti, tanpa kita bisa menawar
terimalah dan hadapilah"

Dan antara ransel-ransel kosong dan api unggun yang membara
Aku terima ini semua
Melampaui batas-batas hutanmu, melampaui batas-batas jurangmu

Aku cinta padamu Pangrango
Karena aku cinta pada keberanian hidup 
Mandalawangi

Bebas Poliooo

Tak lengkap rasanya berjalan berjalan atau mendaki gunung tanpa mengabadikan momen momen di dalam sebuah rekaman video. Foto memang sudah cukup banyak sudah mewakili rekaman perjalanan kami tapi tampaknya itu kurang bagi saya yang akhir akhir ini keranjingan membuat sebuah video perjalanan pendek. Maka dari itu pada saat melakukan pendakian Pangrango ini saya siapkan semua perlengkapan dengan baik mulai dari kamera, baterai, dan memory card. Namun hasil penggabungan potongan video yang saya buat mungkin masih tampak seperti video amatiran, tetapi tak apalah yang penting dapat merekam memory indah menggapai Gunung Pangrango ini. Salam bebas polio, woyoooooooo

3676 MDPL






Semeru ohh Semeru, gunung tertinggi di Pulau Jawa ini sudah lama menarik perhatian saya. Namun, baru kali ini saya diberi kesempatan untuk mengunjunginya. Gunung Semeru atau Sumeru adalah gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa, dengan puncaknya Mahameru, 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl). Kawah di puncak Gunung Semeru dikenal dengan nama Jonggring Saloko. Semeru mempunyai kawasan hutan Dipterokarp Bukit, hutan Dipterokarp Atas, hutan Montane, dan Hutan Ericaceous atau hutan gunung. Posisi gunung ini terletak di antara wilayah administrasi Kabupaten Malang dan Lumajang, dengan posisi geografis antara 8°06' LS dan 120°55' BT. 

19 Juni 2012 
Pagi buta saya sudah packing dan mempersiapkan segalanya untuk perjalanan panjang nanti. Kali ini, saya berangkat bersama 4 orang teman dari Depok dan berjanjian untuk ketemu di Stasiun Pasar Senen Jakarta, mereka adalah Bayu, Wenty, Robie, dan Didi. Kami berlima meretas asa menempuh perjalanan panjang menuju Malang. Pukul 12.30 saya sampai di Stasiun Senen setelah diantar oleh seorang teman dari rumah, bertemu tim dari Depok yang telah tiba lebih dahulu. Lalu, kami semua masuk ke dalam gerbong kereta dan mencari tempat duduk. Pukul 14.00 kereta pun berangkat, kali ini kami naik kereta api ekonomi Matarmaja jurusan Jakarta - Malang.
Saya pikir perjalanan dalam kereta akan sangat membosankan, akan tetapi saya merasa sebaliknya. Orang-orang satu deret tempat duduk saling berbagi cerita dan pengalaman, sehingga perjalanan selama hampir 18 jam tidak terasa membosankan. Hingga akhirnya angkuh suara roda besi kereta terhenti, saya dan teman-teman sampai di Kota Malang.
Kereta ini seperti jendela kita untuk melihat Indonesia yang sebenarnya, ada persinggungan sosial, budaya, ekonomi dan bahkan politik didalamnya, meretas batas, benar-benar sama rata sama rasa (Wenty)

Tercatat pukul 09.30 kami tiba di stasiun Malang Baru. Di sana kami bertemu seorang anak muda yang mengaku bernama Sa'ad. Ia berangkat dari Solo sendirian, dan pada akhirnya ia bergabung menjadi salah satu bagian dari kami.

Kemudian perjalanan di lanjutkan menuju daerah Tumpang dengan mencarter sebuah angkot. Sudah tak sabar rasanya di hati ingin melihat kemegahan Gunung Semeru dari dekat lagi. Sampai di daerah Tumpang pukul 11.30, lalu kami menuju puskesmas untuk memeriksa kesehatan. Sebab surat keterangan sehat merupakan syarat penting dalam memperoleh izin mendaki Gunung Semeru. Di Tumpang kami juga makan siang dan berbelanja logistik tambahan. Kami menuju desa terakhir yaitu Ranu Pani dengan menggunakan truk sayur yang kebetulan ingin menuju ke Ranu Pani juga membawa logistik untuk syuting film 5cm The Movie. 

Dua jam perjalanan di truk sayur dengam kontur jalan yang berbatu akhirnya kami sampai di Desa Ranu Pani (2200mdpl). Sampai di sana banyak sekali penduduk desa yang menjadi porter untuk membawa peralatan syuting film 5cm. Selayaknya pendakian pada gunung lain, kami mengurus izin (simaksi) di Pos Informasi Ranu Pani. Setelah perizinan selesai, kami menuju pondokan pendaki yang disediakan oleh pihak Taman Nasional secara cuma-cuma. Di Pondokan tersebut kami mulai membongkar dan packing ulang barang bawaan.

Di Pondokan
Senja mulai menghampiri, kami menyempatkan diri berjalan-jalan menuju 2 danau di desa tersebut, Ranu Pani  (1 Ha) dan Ranu Regulo (0,75 Ha). Hari mulai gelap dan dingin pun mulai menyelimuti, kami memutuskan untuk kembali menuju pondokan tadi. Di dalam pondokan kami mulai membicarakan perjalanan esok hari, dan disepakati bahwa kami akan berangkat pagi-pagi sekali.

Ranu pani
Ranu Regulo
21 Juni 2012
Pukul 03.00 kami semua terbangun dari tidur nyenyak malam itu. Kami mulai memasak dan packing ulang agar barang-barang sudah terbawa lengkap dan tidak ada yg tertinggal. Setelah masakan jadi kami semua sarapan untuk mengisi perut yang kosong sedari malam. Kemudian setelah makan, acara selanjutnya adalah menuju toilet dan menunaikan solat subuh di mushola. 

Pukul 05.45 diawali dengan doa dan niat yang luhur, kami mulai melangkahkan kaki dengan penuh semangat. Trek awal menurun dengan kondisi jalan beraspal hingga bertemu plang "selamat mendaki", dari sana kita mulai memasuki kondisi trek tanah yang berdebu. Kemudian trek menanjak menyambut kami sebagai pemanasan pagi itu. Pos 1 (2300mdpl), di sana kami berhenti sejenak sambil menghela nafas yang hampir habis. Di pos ini kami di berikan pemandangan atraksi alam yang mengagumkan, monyet-monyet ekor panjang bercanda dan bergelantungan seakan menyambut kedatangan kami.

Sekitar 5 menit kami beristirahat, kami melanjutkan perjalanan. Trek memang relatif landai, namun jarak tempuh yang panjang serta berdebu membuat kami kewalahan juga menghadapinya. Pukul 07.35 kami tiba di Pos 2 (2335mdpl). Terasa panjang dan jauh sekali trek yang kami lewati, melipir dan menyisir lereng-lereng perbukitan hingga kami dihadapkan oleh batu terjal yang indah yang bernama Watu Rejeng. Kami tiba di Pos 3 (2423mdpl) pukul 08.35. Pos 3 kondisi shelternya telah ambruk. Kami beristirahat sebentar di Pos ini. Jalur yang kian berdebu dan panas makin terasa melelahkan, namun keindahan yang disuguhkan sangatlah luar biasa sehingga bisa menjadi obat penawar rasa lelah.

"Disaat batas kemampuan fisik seseorang telah terlampaui, yakinlah pasti ada sesuatu hal yang dapat membangkitkannya kembali" 

Pos 1
Pos 2
Pos 3
Kami lanjut berjalan lagi menaiki sebuah tanjakan yang berdebu dan lumayan curam. Tanjakan yang tidak lah jauh, namun lumayan menguras tenaga. Dari atas tanjakan itulah terlihat Pegunungan Iyang Timur dengan Argopuro-nya yang berselimut awan putih membentang di timur. Luar biasa, keindahan itu tidak bisa terucap oleh kata-kata. 

Trek mulai datar dan menurun hingga Pos 4 yang telah tiada karena longsor. Kemudian di kejauhan nampak sebuah cekungan yang berair, ternyata itulah Ranu Kumbolo yang biasanya saya hanya melihatnya di Internet. Kami semua semakin bersemangat saja untuk terus melangkahkan kaki, hingga akhirnya sampai di Pos 5 (2443mdpl). Pos ini berada persis diatas Danau Ranu Kumbolo. 

Pukul 10.15 akhirnya kami tiba di Ranu Kumbolo (2400mdpl). Tempat ini ramai sekali sebab sedang berlangsung syuting 5cm The Movie. 

"Sejenak aku terdiam terpaku, diantara langit yang membiru dan nafas yang memburu, aku melihat kebesaran Mu" (Januar Arifin - Ranu Kumbolo) 
Di Ranu Kumbolo
Kami tidak menghabiskan waktu yang lama di Ranu Kumbolo, karena kami berencana untuk mendirikan tenda di Pos Kalimati.  Kemudian trek dilanjutkan menuju Tanjakan Cinta. Tanjakan yang terlihat landai di foto, namun, sangat berat bila merasakannya langsung.

Saya kurang mengetahui apakah benar atau tidak mitos tanjakan cinta, yang jelas jika tidak menengok ke belakang maka kita melewatkan pemandangan indah di belakang kita, jika kita tidak berhenti pasti akan melelahkan sekali
Di ujung Tanjakan Cinta kita disuguhkan pemandangan Oro-oro ombo yang luas dengan kombinasi Gunung Kelopo di belakangnya. Kami turun melewati pasang rumput seluas 100Ha dengan Tanaman Lavender di tengah-tengahnya. 

Oro-oro Ombo
Kemudian kami tiba di batas vegetasi, dari padang savana menjadi hutan cemara. Tempat itu dinamakan Cemoro Kandang. Di sana kami berhenti untuk sekedar berfoto, beriatirahat dan berteduh dari teriknya sang mentari. 
"Ku bahagia merasakannya, andaikan aku bisa di sini selamanya tuk menikmatinya" (Bip)
Trek kembali agak menanjak, walau tidak menanjak tajam tapi sangat menguras tenaga. Tanjakan di Cemoro Kandang perlahan namun pasti, landai tapi berisi.  Sesekali langkah terhenti karena semakin melemahnya fisik kami. Setelah beberapa lama melipir dan melewati punggungan Gunung Kelopo, akhirnya pukul 14.25 kami tiba di Blok Jambangan (3200mdpl). 

Dari Blok Jambangan menuju Kalimati trek kembali menurun. Saat itu kondisi langit mulai gelap dan turun hujan. Hujan membawa berkah (Pengalaman Merapi), sebab hujan dapat membuat pasir agak sedikit merekat satu sama lain sehingga jalur pasir menuju puncak dapat dipijak dengan baik. Akan tetapi hujan saat itu hanya beberapa menit saja, tapi cukup lah untuk menyegarkan kembali kondisi yang sudah lemah ini.  

Pukul 14.50 sampailah kami di Blok Kalimati (2700mdpl). Di sana kami mendapatkan ruangan di Pos Kalimati sehingga tidak perlu repot-repot untuk membuka tenda lagi. Bila kita melihat ke arah timur Kalimati, nampak seperti Alun-alun Suryakencana di negeri Pasundan sana. 

Di bangunan hijau itu kami mendapat satu ruangan untuk istirahat
Sore itu acara masak-masakan dimulai, dengan menu spageti dan sosis. Dingin mulai menusuk tulang, selesai makan kami semua beristirahat karena akan melakukan summit attack pukul 23.00 nanti. Semua terlelap terselimuti kabut dingin Kalimati hingga terbangun oleh alarm handphone pukul 23.00. Kemudian kami mengisi perut dengan makanan lagi agar tidak terserang mountain sickness saat summit attack. Utamakan sarapan sebelum jalan sangat lah baik untuk kekuatan fisik kita. 

Jum'at 22 Juni 2012
Pukul 00.00 kami semua keluar dan melakukan pemanasan. Setelah berdoa memohon keselamatan pada yang Maha Kuasa, kami mulai melangkahkan kaki dikesunyian dan dinginnya angin malam. Berjalan ke arah timur dari Kalimati dengan medan menurun lalu berbelok ke kanan arah selatan. Dari sana trek mulai menanjak dan berdebu. Tepat pukul 01.00 kami tiba di Arcopodo. Hawa-hawa yang berbeda sangat terasa di tempat ini, ditambah banyaknya in memoriam (batu nisan) menambah kesan yang menyeramkan malam itu. 

Kami melanjutkan perjalanan melewati batas vegetasi yang dikenal dengan nama Kelik, disana yang terlihat hanyalah hamparan pasir yang menjulang tinggi. Langkah kaki mulai terasa berat sebab pasir yang kita pijak selalu saja turun lagi, maju 1 langkah turun 2 langkah. Setiap langkah seakan sia-sia naik lalu turun kebawah lagi.  Saya melangkah dengan teknik menancapkan ujung sepatu ke pasir, saya rasa teknik tersebut benar-benar ampuh untuk menjaga agar tidak terperosok ke bawah lagi.

Langkah saya mulai gontai, stamina mulai habis membuat saya hampir saja putus asa melewati trek pasir ini. Namun, dalam kelemahan ini, saya teringat akan orang-orang yang selalu mendoakan setiap jengkal langkah kaki ini membuat saya kembali bersemangat dan terus berjalan. Dalam hati selalu terngiang lagu Dewa 19 yang berbunyi "Menatap jalan setapak, Bertanya-tanya sampai kapankah berakhir". 
"yakinlah niat yang luhur dapat mengalahkan segalanya, bahkan trek pasir yang sulit dipijak ini" (Januar Arifin - Lereng Semeru)
Akhirnya setelah 5 jam bertarung dengan trek pasir di lereng Mahameru, kami semua sampai di Puncak Mahameru, Puncak Tertinggi di Pulau Jawa (Puncak Abadi Para Dewa). Syukur Alhamdulliah kami semua selamat sampai di Puncak Mahameru, tak henti-hentinya kami berucap syukur. 

Pagi itu tercatat pukul 06.30 kami memasuki kawasan Puncak Mahameru. Indah sekali cuaca pun sangat cerah, terlihat sesekali kawah Jongring Saloko mengeluarkan asap wedhus gembelnya. Subhanallah indah sekali ciptaan-Mu ya Allah. Di sebelah timur nampak Pegunungan Iyang Timur dengan Argopuro-nya, di sebelah barat terlihat dengan gagah Gunung Arjuna Welirang berdiri.
Sturggle together, stand as brother
Kawah mengeluarkan asap
Mahameru 3676mdpl Subhanallah..!!






Pukul 07.30 kami meninggalkan puncak Mahameru menuruni trek pasir yang terjal dan berdebu. Jika kita turun dari puncak, perhatikan betul-betul titik dimana kita memasuki kawasan puncak, maka dari sana pula kita turun. Posisi jalur turun agak serong kiri sedikit, jangan mengambil terlalu kanan. Sebab kebanyakan orang yang tersesat di Semeru adalah pada waktu turun dari Puncak Mahameru. Dahulu saat Cemoro Tunggal masih berdiri bisa dijadikan patokan saat turun, namun saat ini Cemoro Tunggal sudah tumbang, jadi harap berhati-hati saat turun dari puncak Mahameru. 

Dalam perjalanan turun kami disuguhkan pemandangan yang sangat luar biasa, sehingga kami banyak berhenti untuk sekedar mengabadikan lukisan indah alam ini. Pukul 10.00 kami sudah tiba di Kalimati lagi. Kami semua mulai main masak-masakan lagi untuk mengisi perut yang sudah kosong ini. 

Pukul 14.20 kami bergegas meninggalkan Kalimati untuk menuju Ranu Kumbolo. Siang ini perjalanan terasa begitu panas menyengat di kepala ditambah jalur yang berdebu membuat semakin berat saja pernafasan ini. Beberapa rombongan pendaki yang ingin naik kami temui. Seperti biasa saling sapa sesama pendaki merupakan hal yang sangat luar biasa. Pernahkah peristiwa tegur sapa terjadi di kota?? hanya di gunung adanya dan itulah kehangatan yang ada di gunung. 

Kami sampai di Ranu Kumbolo sore hari pukul 17.10. Kami langsung mendirikan tenda dan acara masak-masakan dimulai lagi. Makan malam, lalu semua teman-teman beristirahat di dalam tenda kecuali saya. Masih ingin menikmati dinginnya Ranu Kumbolo dan bintang yang bertaburan, saya memilih duduk-duduk di luar dahulu dari pada tidur. Dalam hati bicara "tidur mah di rumah, sekarang nikmatin aja dulu keindahan yang ada".  

Malam itu saya bertamu ke tenda sebelah, teman yang berasal dari Lumajang itu menyambut dengan minuman-minuman hangat di tendanya. Kami berdua berbincang-bincang hingga larut malam. Dingin semakin menusuk tulang, saya kembali ke tenda untuk merebahkan badan. Di dalam tenda tidak bisa tidur karena kaki tiba-tiba kram. Kebetulan Saad terbangun dari mimpi indahnya, akhirnya kami berdua mengobrol sambil masak air untuk membuat kopi. 

Tak terasa pagi pun tiba, sunrise dari celah-celah bukit di Ranu Kumbolo adalah hal yang sangat kami nantikan. Dahulu hanya melihat foto-foto di Internet, kali ini saya menyaksikannya secara langsung. 

Dikit lagi muncul :D
 Semua pendaki yang ada di Ranu Kumbolo keluar tenda dan menyaksikan momen sunrise itu. Bulan juni memang posisi matahari tidak tepat berada di celah-celah bukit, namun tak mengurangi keindahannya. 

Setelah kami puas menyaksikan sunrise, kami semua masak pagi ini. Seperti biasa utamakan sarapan. Pukul 09.30 kami semua packing dan bersiap meninggalkan Ranu Kumbolo. Tepat pukul 10.00 kami meninggalkan Ranu Kumbolo menuju desa Ranu Pani. Kami berjalan agak sedikit cepat, sebab Jeep yang kami sewa mungkin telah menunggu lama. 

Akhirnya tepat pukul 13.00 kami semua tiba di desa Ranu Pani. Alhamdulillah semuanya berjalan lancar dan baik-baik saja. Langsung menuju pos untuk laporan dan pesan bakso malang. Dua mangkuk bakso lahap dimakan kami, entah lapar atau doyan. 

Setelah makan bakso kami menaikan barang ke Jeep. Kami pun langsung meninggalkan Ranu Pani menuju Tumpang. Sepanjang perjalanan menuju Tumpang kami disuguhkan pemandangan yang sangat indah. Sempat kami berhenti ditengah perjalanan untuk sekedar berfoto ria. Pukul 14.25 kami tiba di Tumpang tepatnya kediaman Pak Laman (pemilik truk sayur dan Jeep). Sore itu akhirnya diputuskan kami menginap satu malam di kediaman Pak Laman. 

Sebelumnya, saya dan Bayu berangkat menggunakan kuda besi Pak Laman menuju kota Malang untuk mencari tiket kereta, namun tiada hasil. Sempat kami kebingungan dengan masalah tiket pulang. Hari berganti, kami semua terbangun oleh udara dingin Tumpang. Setelah sarapan, kami meninggalkan Tumpang menuju kota Malang. Pagi itu kami ke stasiun berniat mencari calo, namun tiket kereta sudah ludes terjual. Apa daya kami langsung naik angkot menuju terminal Arjosari Malang untuk mencari tiket bus. Alhamdulillah masih ada bus yang kosong jurusan Jakarta, walau sedikit mahal tapi tidak lah masalah yang penting bisa sampai Jakarta. 

Perjalanan panjang menuju Jakarta selama 28 jam. Bus mengalami masalah beberapa kali sehingga terlambat sampai Jakarta. Tanggal 26 Juni 2012 pukul 18.10 kami tiba di Terminal Pulogadung Jakarta. Wenty, Robie, dan Didi langsung menuju Depok, sedangkan saya dan Bayu menuju Pasar Rebo. Saya dan Bayu berpisah di Pasar Rebo. Tercatat Pukul 21.00 saya sampai di rumah tercinta. Alhamdulillah. . . Sampai jumpa di perjalanan-perjalanan lainnya. Salam Lestari. . 

Catatan :
  1. Perizinan Semeru memerlukan surat keterangan sehat dari dokter, sebaiknya persiapkan dari rumah agar tidak repot mengurusnya di Tumpang,
  2. Sebaiknya membawa logistik yang lebih sebab anda akan merasa betah menikmati keindahan Semeru,
  3. Jika menuju puncak sebaiknya membawa logistik agak sedikit lebih, karena daerah Kalimati-Arcopodo-Puncak merupakan daerah dengan dukungan survival yang minim,
  4. Jangan mengambil air di mata air Sumbermani Kalimati terlalu sore karena binatang-binatang biasanya berkumpul di sana sore hari, termasuk Macan Tutul dan Macan Kumbang. 
  5. Di mana kita memasuki kawasan puncak maka dari sana kita akan turun lagi. perhatikan dengan benar jangan sampai salah, jika salah fatal akibatnya bisa memasuki Semeru Death Zone (Blank 75),
  6. Bulan Juni-September merupakan bulan terbaik mendaki Semeru. 
Jarak Pendakian:
  • Ranu Pani - Watu Rejeng = 5km = 120 menit
  • Watu Rejeng - Ranu Kumbolo = 5km = 120 menit
  • Ranu Kumbolo - Kalimati = 5km = 180 menit
  • Kalimati - Arcopodo = 1,5km = 120 menit
  • Arcopodo - Puncak Mahameru = 1,5km = 4-5 jam
Thanks to:
  • Allah S.W.T,
  • Teman-teman seperjalanan ( Wenty, Bayu, Didi, Robie dan Saad)
  • Pak Laman atas pinjaman motor dan tumpangan di rumahnya  (081334950454)
  • Pak Imam atas angkotnya (087859271166)
  • Bang Budi Kompak atas Bogaboo100-nya,
  • Terima kasih yang terakhir untuk Semeru atas sambutan-Mu yang begitu luar biasa. 

Gallery Foto:

Januar (saya)
Robie
Bayu
Saad
Didi
Wenty









Ini Indonesia Bung!!!! Indah Bukan 


- See more at: http://www.janu-jalanjalan.com/2012/07/pendakian-gunung-semeru-3676mdpl-2012.html#sthash.qoEfEtev.dpuf